Pungli - Pungutan Liar - dan Sebuah Sistem


.

Pungli atau pungutan liar sudah menjadi kebiasaan buruk di Indonesia. Tujuannya sederhana, mencari keuntungan dan mendapatkan jalan pintas. Mengapa bisa terjadi? Alasan paling mendasar karena adanya sistem yang tidak jelas. Akibatnya, ada oknum yang memanfaatkan tersebut. Selain itu, hubungan kekeluargaan atau kekerabatan yang disalahgunakan hanya sekadar ingin mudah. Tapi akan kembali lagi pada sistem. Sistemnya yang rumit, karenanya orang berpikir demikian.
Berikut pengalaman yang akan saya bagikan mengenai pengurusan berkas-berkas yang berhubungan dengan instansi pemerintah. Saya tidak bisa mengatakan dengan jelas bahwa hal ini termasuk pungli, tapi bisa jadi memang mengarah kesana.

[Bagian 1] Pada saat pengurusan perpanjangan STNK di Kantor Samsat Kabupaten Bondowoso

Dalam pengurusan perpanjangan STNK, ada beberapa tahap yang dilakukan di Kantor Samsat. Secara umum saya bagi menjadi :
  1. a.       Cek fisik kendaraan bermotor
  2. b.      Pengambilan berkas lama
  3. c.       Administrasi berkas baru


== Kejadian di lapangan ==

Pada saat pengecekan fisik kendaraan diharuskan membayar biaya cek fisik. Kemudian pada saat pengambilan berkas juga diharuskan membayar kembali. Dan saya tidak mendapatkan kwitansi sebagai bukti pembayaran. Bahkan sampai pada administrasi berkas baru, kwitansi yang saya dapatkan tidak berisi tentang biaya cek fisik dan pengambilan berkas. Hanya murni penerbitan BPKB dan STNK. Bukankah akan ada potensi dilakukannya pungli? Terlebih tidak ada pengumuman tertulis (dari kepala kantor / instansi) di tempat tersebut mengenai biaya yang dibayarkan.
Setelah saya tanyakan kepada saudara saya yang bekerja di Kantor tersebut, beliau hanya mengatakan bahwa memang seperti itu prosesnya.

[Bagian 2] Pada saat pengurusan surat pengantar untuk pemenuhan syarat pembuatan SKCK.

Dalam proses pembuatan SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian), salah satu syarat yang dibutuhkan adalah Surat Pengantar dari Kelurahan atau Desa. Sebelumnya untuk mendapatkan Surat Pengantar, dibutuhkan Surat Pengantar dari RT yang mengetahui pejabat RW. Surat Pengantar dari Kelurahan / desa tidak serta merta ditandatangani oleh Lurah atau Kepala Desa, tapi mengetahui Camat di wilayah tersebut.

== Kejadian di lapangan ==

Setelah mendapat surat dari desa, saya menuju kantor kecamatan. Disitu, saya meletakkan berkas dan menunggu. Dan setelah selesai surat yang saya bawa dari desa, saya diharuskan membayar biaya administrasi senilai Rp.10.000,00. Dan saya tidak mendapatkan kwitansi. Jika pegawai tersebut menagih Rp.12.000,00 dan menyetor pada kantor Rp.10.000,00 apa mungkin hal tersebut tidak terjadi?

[Bagian 3] Pembuatan SKCK di Polres Bondowoso

Pada proses pembuatan SKCK, setelah mendapatkan surat pengantar, maka diharuskan menuju Polsek domisili sesuai KTP. Polsek akan mengeluarkan surat pengantar kepada Polres. Saya rasa proses yang saya alami BUKAN hal yang susah dan rumit. Adalah hal yang wajar mengurus administrasi berjenjang dari RT, RW, desa, kecamatam, Polsek, hingga Polres. Hal ini akan memudahkan proses pengawasan dan kontrol terhadap masyarakat maupun pejabatnya.

== Kejadian di lapangan ==

Setelah semua syarat lengkap, maka proses akhir dilakukan di Polres Kabupaten. Disini tahap awal adalah melakukan rekam sidik jari, pengisian data, hingga penerbitan SKCK. Tidak lama karena prosesnya cukup cepat. Sekitar kurang dari satu jam di Polres, SKCK telah terbit. Dan saya diharuskan membayar Rp.10.000,00 untuk biaya administrasi sesuai yang saya baca di website Polri.

Hal yang berbeda dan cukup membuat saya terkagum adalah saya mendapat kwitansi dalam proses pembuatan SKCK ini. Hal yang tidak saya jumpai di instansi lain. Rasanya tidak mungkin petugas melakukan pungli. Terlebih prosesnya sistematis dan tidak rumit.

Hal ini juga dibarengi dengan adanya tulisan “ZONA INTEGRITAS” dan penjelasan mengenai pungli. Selain itu di dinding ruang, terdapat surat atau piagam yang dikeluarkan Polda mengenai anti terhadap pungli atau transparansi. Sangat salut akan hal yang dilakukan oleh kepolisian.


Kwitansi memang hal sederhana. Hanya sebuah kertas kecil. Tapi dengan itu, ada bukti tertulis dan kongkrit mengenai pungutan / retribusi resmi. Masyarakat pun tidak ragu dengan petugas dan instansi yang bersangkutan.



[Closing] Pameran Online


.

Seni pada dasarnya terbagi menjadi empat jenis. Seni rupa, seni musik, seni gerak, dan seni sastra. Kemudian dari keempat dasar tadi saling dipadukan sehingga menjadi jenis baru. Ada seni drama, musikalisasi puisi, maupun seni kontemporer lainnya. Penyajiannya pun beragam, terlebih penggunaan teknologi. Hasilnya akan sangat beragam.

Kali ini kami, sebuah tim mempunyai penyajian yang unik. Kami menggabungkan seni sastra dan seni rupa. Mengerjakannya secara digital, kemudian mencetaknya di kertas. Tidak hanya berhenti disitu, kami lalu memotretnya, dan hasilnya kami pajang di sebuah blog berbentuk slide. Berbeda dengan galeri di dunia nyata, pengunjung cukup menekan tombol navigator untuk melihat karya-karyanya.

Berikut adalah beberapa karya yang disajikan secara online pada tanggal 22-26 September 2016 di glasses29.blogspot.com


    
Kedepannya, kami akan berusaha untuk lebih mendetail dalam mengkonsep sebuah sajian seni yang lebih unik, segar, dan menarik. Atas nama tim, kami ucapkan terim kasih kepada para pengunjung yang telah menyempatkan ‘mampir’ ke galeri kami. Semoga bermanfaat.

Tim @archipolitan.lab

-KALA-

[ONLINE EXHIBITION] “Rampaian Ruang Rasa” oleh GARUDEA


.


 [Aktifkan Screen Rotation dan swipe layar untuk versi handphone agar leluasa membaca ]


Salam Karya!

Hai semua, kami dari Archipolitan Creative Laboratory, mempersembahkan sebuah pameran karya dari salah satu anggota kami, yaitu Garudea, dengan judul “Rampaian Ruang Rasa”.

Dengan memanfaatkan internet, saat ini pameran dapat digelar secara virtual / Online Exhibition. Sehingga pengunjung tak perlu datang untuk melihat karya. Meski suasananya nanti berbeda dengan pameran yang digelar di galeri atau tempat lainnya, kami berharap kegiatan ini menjadi sebuah hal baru yang menarik untuk membuat kita selalu berkarya.

Pameran virtual akan berlangsung selama 5 hari di blog milik pemilik karya. Selain untuk mengenalkan karya seni sastra dan visual, pameran ini sekaligus menghidupkan kembali layanan blog miliknya. Sehingga kami akan berusaha menyajikan karya dan ide-ide tim untuk membuat sebuah pameran virtual yang baru, berbeda, segar, dan menarik setiap harinya.

Tentu, kegiatan ini masih akan menyisakan banyak kekurangan, karenanya kami mengharap banyaknya masukan agar kedepannya kegiatan ini menjadi lebih baik lagi.

Komentar dapat disalurkan melalui chat box yang ada pada blog atau melalui fitur komentar pada postingan terakhir blog. Atau bisa langsung menyampaikan opininya lewat Instagram tim di @archipolitan.lab.
Terima kasih semua. Selalu produktif dan berkarya.

Hormat kami,
Atas nama tim @archipolitan.lab
Ketua Tim
-Kala-
 



Selamat Mengulang Tahun


.

.. esok, pagi akan dihadiahi padamu sekali lagi
cerah yang hadir bersama tumpukan puisi
.. esok, melati akan merekah bersama rambut yang tergelung
disela-sela hutan cemara dan sangkar burung merpati
.. esok, kau akan dipinjami kecantikan dunia
spesial bersanding dengan eucalyptus ribuan tahun

,kakimu akan ringan mengangkasa, menjadi riang diantara bintang
,semburatnya bahagia tak terbatas, menikmati dering musim semi dari arah utara,

berterimakasihlah pada tahun penuh peluh
berterimakasihlah pada Lintang diatas pentas
kaulah penguasa waktu untuk esok,
di sebuah pelataran bernama Pertiwi.

selamat mengulang tahun , Lintang

[OPINI] Pamer Gelar Sebelum Wisuda. Pantaskah?


.


"Aneh saja. Kuliah jadi sekadar mengejar gelar jadinya. Semisal nanti pekerjaan kita tidak sesuai dengan bidang gelar yang diemban gimana?" - Kata mahasiswa yang sedang menunggu yudisium. 


garu -- Suara hati dari rekan-rekan yang berprofesi sebagai dosen mulai terdengar seiring naik daunnya “ritual” ini. Tren ini semakin menjalar ke semua Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di Indonesia. Mereka berharap para mahasiswa lain tidak ikut-ikutan dan menjadikan ini sebagai kegiatan yang wajib dilakukan. 



Semakin banyak foto-foto yang diunggah ke media sosial, menggambarkan momen sesaat setelah sidang skripsi atau tesis. Seorang mahasiswa yang baru saja keluar ruang sidang langsung disambut oleh rekan-rekan pendukung setianya lalu mengabadikan momen bersama dengan selempang bertuliskan nama dan gelar baru sarjananya, lengkap dengan boneka, bunga-bunga, dan balon-balon berbentuk huruf yang menunjukkan gelar akademik yang (segera) disandangnya. Bisnis selempang wisuda dan aksesoris perayaan lainnya lantas maju pesat bukan hanya pada masa akhir semester atau wisuda saja, namun bisa kapan saja saat jadwal sidang tiba. Balon huruf dan selempang yang sekarang wajib ada sesaat setelah lulus sidang skripsi atau tesis (viraloveshare.blogspot.com & anakui.com) Orang-orang kini gemar berbagi euforia apapun di sosial media, termasuk euforia ketika lulus dalam sidang skripsi atau tesis. Terkesan biasa saja dan sederhana, tapi ada bagian dari tren ini yang terlihat seperti “mendahului kodrat” dan “pamer gelar akademis” di media sosial. Ya, gelar yang belum secara resmi disandang sang mahasiswa sebelum wisuda. Mereka yang melakukannya pun seolah tidak tahu bahwa gelar yang ditunjukkannya belum sah sebelum adanya pelantikan di sidang Yudisium.



Beberapa mahasiswa menyadari bahwa hal yang dilakukan ini memang tidak benar, ada juga yang malakukan ini sekadar untuk senang-senang saja dan cuma ikut-ikutan teman yang lain ketika ditanya langsung oleh dosen. Ada juga dosen yang berpendapat berbeda. Menurut mereka hal ini tidak masalah dan lumrah dilakukan sebagai bentuk ekspresi keberhasilan setelah kerja kelas yang dilalui selama kuliah. Selama tidak berlebihan, boleh-boleh saja. Yang terpenting, tren atau fenomena ini jangan sampai menjadi sindrom psikologi, dimana pendidikan kehilangan esensinya saat gelar akademis justru dijadikan penghias status sosial saja. 


Kelulusan Itu Bisa Dibatalkan 
Pernah mendengar gelar seorang atlet yang dicabut karena doping? Tahukah Anda bahwa kelulusan seseorang juga bisa dicabut begitu saja oleh pihak Universitas karena suatu hal, seperti kasus plagiarisme serta pelanggaran kode etik mahasiswa lainnya. Meskipun kecil kemungkinan dan jarang terjadi, tapi hal ini justru kerap diabaikan para mahasiswa. Mahasiswa yang baru saja selesai ataupun dinyatakan lulus sidang skripsi/tesis pun masih harus menyelesaikan beberapa hal, diantaranya bimbingan lanjutan bersama dosen pembimbing untuk proses revisi karya ilmiah, menyelesaikan administrasi kampus, urusan perpustakaan & berkas-berkas lain, dan sebagainya. Kemungkinan masih bisa terjadi dibalik euforia kelulusan seorang mahasiswa yang belum resmi diwisuda. 


Hanya Tren di Indonesia 

Mungkin kebiasaan ini hanya ada di Indonesia dan dilakukan orang Indonesia. Bisa dibandingkan dengan kebiasaan merayakan kelulusan di luar negeri atau negara tetangga sebelah. Meskipun sekilas terlihat sama seperti budaya merayakan kelulusan disini, mereka tidak menunjukkan gelar yang didapatnya sebelum Ijazah ada ditangannya saat wisuda.  Maudy Ayunda merayakan kelulusannya di Oxford (Instagram.com/maudyayunda) Gita Gutawa berfoto saat acara wisudanya di London (Instagram.com/gitagut) Rayakan Sebuah Kelulusan secara Wajar Wajar saja jika kita merayakan sebuah kelulusan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan YME karena bisa menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi. Namun sebagai mahasiswa seharusnya berfikir jernih dan sadar bahwa etika sebagai civitas akademik juga harus dijunjung tinggi. Sebaiknya rayakanlah sebuah kelulusan dengan wajar, tidak berlebihan, dan sesuai pada tempat dan waktunya. Silahkan berfoto, mengadakan syukuran atau pesta besar di luar sana, namun pastikan tali toga sudah dipindahkan secara resmi pada saat acara wisuda nanti. 


Ada pendapat yang lain? 
Semua akan diwisuda pada waktunya...
Lagian nama kita juga sudah bagus. Kok diberi embel-embel ya? Haaha. Semua tergantung perspektif kita sih. 


Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/arditaher/pamer-gelar-sebelum-wisuda-pantaskah-dilakukan-seorang-mahasiswa_57a20aaecf7e61e721fc23a3